Monday 13 June 2011

"Tidak Sabar" untuk Negeri

Tulisan ini bisa terwujud berkat rasa “Tidak Sabar” yang ada di dalam diri saya. Sifat itu memang menjadi bawaan lahiriah saya. Seandainya saya terlahir, atau setidaknya dibesarkan, menjadi orang yang lebih sabar, legowo, mungkin tulisan ini tidak akan pernah ada.  Kalau anda adalah orang yang super sabar menjalani hidup ini maka sebaiknya tidak perlu meneruskan membaca tulisan ini. Insignifkan bagi anda. 
Ketika dihadapkan pada problematika kehidupan sehari – hari menjadi orang Indonesia yang tinggal di Indonesia, saya sering tidak sabar. Rasa ketidaksabaran itu lalu membuat saya mempertanyakan banyak hal. Berikut ini adalah contoh pertanyaan-pertanyaan yang sering saya  ajukan dan mungkin anda juga : “Mengapa jalanan di sekitar perumahan tempat saya tinggal masih saja berlubang padahal sudah sering di aspal? Apa karena saya kurang bayar pajak?”, “kenapa kalau musim hujan jalanan ibukota sering tergenang setinggi minimal 30 cm? dan ya itu bukan banjir, itu genangan air”, “kenapa Indonesia ga dipilih sebagai penyelenggara F1? Kan aspal sentul sama kayak aspal yang digunakan untuk nambel jalanan di sekitar rumah saya”, “kenapa tersangka korupsi di negara saya sering lari ke singapura? Padahal disini juga banyak pusat perbelanjaan yang menjual merek-merek kelas dunia”, “kenapa negara saya yang katanya kaya akan sumberdaya alam berupa angin dan udara, masyarakatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan?”, “kenapa semua orang setelah lulus kuliah dengan nilai luar biasa harus secepatnya jadi pegawai di perusahaan asing?”, “kenapa banyak orang yang lebih bangga jadi pegawai perusahaan asing daripada jadi pengusaha?”, “kenapa Indonesia tidak punya MRT?”, ”apa itu MRT?”, "kenapa di daerah saya sulit mendapatkan air bersih?", "kenapa orang-orang di kampung saya sering terlibat pertikaian antara sesama mereka?", "kenapa di negara ini sering banyak teror bom?", "kenapa banyak ormas-ormas yang sering main hakim sendiri?", "kenapa kalau ditilang harus damai? setahu saya damai itu berarti hati ini bahagia dan tentram tapi kenapa setiap abis damai yang ada malah dongkol?", "kenapa orang-orang suka buang sampah sembarangan?jadinya saya ikutan deh soalnya takut dibilang aneh kalau engga begitu", "kenapa banyak orang yang melanggar lampu merah? saya jadi pengen ikutan deh", "kenapa kalau di luar negeri orang malu buang ludah sembarangan di jalan? eh tapi kenapa juga nanya,wong saya juga begitu", "kenapa juga dulu kita dijajah belanda? coba kalau dijajah Inggris atau setidaknya afrika selatan deh yang sekarang sudah tergabung di kelompok negara-negara BRICS, pasti negara ini lebih maju sekarang", "kenapa saya minderan ya orangnya? maunya nunjuk orang lain mulu", "kenapa ya kalau jawab pertanyaan saya beraninya ramai-ramai? kenapa juga saya takut tunjuk tangan?".
Saya rasa sudah banyak artikel ataupun blog serupa yang membahas mengenai masalah-masalah diatas. Bahkan kita sudah sangat lelah dengan pembahasan demi pembahasan yang selalu berujung pada kesimpulan. Lalu, setelah kesimpulan apa? Kenapa belum ada perubahan? Anda seorang diri bisa apa? Sudahlah, tidak usah ngoyo, kalau menggunakan istilah kerabat-kerabat kita. Hapus status “Pengangguran” yang sebelumnya melekat pada diri anda, dapatkan pekerjaan dengan gaji yang bisa membiayai seluruh keluarga anda, lalu pasang kaca mata kuda. Kalau pun ada perasaan miris, dongkol, sedih, malu, kecewa itu bagian dari cobaan hidup. Hidup ini hanya sementara. Biarkan saja negara-negara tetangga ASEAN kita terbang menjauh dari kita, kehidupan kita aman kok. Semua baik-baik saja.
Saya sama dengan anda. Tidak berdaya. Hanya seseorang yang berpikir bahwa  dirinya merupakan bagian dari suatu kehidupan yang sangat besar dan tidak akan pernah ada setitik kemampuan untuk memengaruhi yang besar ini. Mengurus masalah pribadi sehari-hari saja sudah sulit. Untuk mengisi perut saja saya mesti pontang-panting. Boro-boro mikir perubahan negara. Kejauhan. Sudahlah terima saja nasib dilahirkan menjadi seorang Indonesia, yang baru kemarin negaranya dikalahkan oleh negara tetangga di final piala AFF yang diselenggarakan di Gelora Bung Karno. Yang penting kita punya Bali. Saya punya mobil alphard. I am a big fish in a dirty pond. Bahagia. Selesai.

No comments:

Post a Comment